Thursday, 15 November 2012

Wirausaha??Siapa takut??



Setiap tahun hampir lebih dari ratusan ribu lahir sarjana muda. Padahal lapangan kerja setiap tahunnya tidak sebanyak itu. Tentu saja hal ini menyebabkan permasalahan baru bagi pemerintah. Belum lagi para orang tua yang sangat senang bila sang anak bekerja di sebuah kantor pemerintahan atau menjadi PNS. Hal ini menambah beban berat mereka yang harus berjuang melawan ribuan pesaingnya. Kesempatan pun semakin tipis.
Tapi bukankah seharusnya seorang sarjana yang mempunyai pendidikan tinggi harus menjadi agen perubahan dalam lingkungannya? Tidak lagi mengikuti alur yang sudah terbiasa di lakukan oleh pendahulunya. Tetapi melakukan gebrakan dengan berbalik arah dan melakukan inovasi dalam masyarakat. Hal itu bisa berupa membuka lowongan pekerjaan bagi orang lain. Inovasi yang bermanfaat adalah yang bisa di aplikasikan dan berguna bagi masyarakat sekitar.
Hal ini pun yang menjadi pemikiran saya hingga akhirnya terjun ke dunia usaha. Sempat gagal namun tidak menghalangi saya untuk terus mencoba. Orang tua sempat tidak merestui sehingga menjadi kendala usaha saya waktu itu. Namun setelah orang tua mulai mengerti dan mulai merestui. Alhamdulillah usaha kedua saya berjalan lancar.
Sempat menjadi bulan - bulanan masyarakat sekitar karena bagi mereka aneh seorang sarjana malah membuka usaha. Bagi mereka seharusnya seorang sarjana bekerja di kantoran. Bahakan ada beberapa teman yang juga mempertanyakan pilihan saya. Mental pun terus di uji. Warung bangkrut bahkan tidak balik modal. Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi saya. Oiya , modal juga menjadi latar belakang kenapa orang malas untuk mandiri dan membuaka usaha. Apalagi bagi mereka yang masih pemula seperti saya. Orang tua yang tidak mendukung menambah beban bagi mereka. bila mental baja mungkin bisa melewati semuanya. Tapi bila tidak akan jalan di tempat.
Modal seharusnya tidak lagi menjadi persoalan bagi mereka yang ingin mandiri. Karena sekarang ini banyak bank yang menawarkan modal untuk berwirausaha. Apalagi bank mandiri yang berkomitmen untuk membantu para wirausaha muda yang siap mandiri dan berinovasi mengejar mimpi mereka.
Sayangnya ketika ide sudah ada di kepala dan siap untuk di aplikasikan. Modal menjadi sandungan pertama bagi usaha mereka. tidak banyak orang tua yang siap mendukung modal bagi anak - anak mereka. kalau sudah seperti ini maka sang anak pun harus mandiri memperjuangkan mimpinya. Bila mentalnya sudah terasah maka ia bisa melampaui segala ujian. Tapi bila tidak maka ia akan berdiri di tempat takut untuk melangkah. Banyak wirausaha muda yang sudah sukses dengan usahanya dan memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekitarnya. Hal ini tentu saja dapat mengurangi angka pengangguran. Mereka pun melakukannya dari nol dan penuh rintangan. Banyak dianatara mereka yang berinovasi dan dapat di aplikasikan dalam masyarakat. Sehingga apa yang mereka kerjakan pun pada akhirnya mendapat sambutan dari masyarakat. Hal ini pun sudah saya lakukan walau pun belum terlalu besar. Tidak ada salahnya bermimpi tinggi asal kan terus bersaha meraih mimpinya. Kalau bisa membuka lowongan pekerjaan bagi orang lain, kenapa harus menjadi pekerja? So, buat kaum muda mari berinovasi untuk  Indonesia yang Mandiri.

Add caption
 Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT Bank Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.“

Wednesday, 7 November 2012

Aku Pasti bilang Tidak!

Bila saat pernikahanku nanti waliku bukan ayahku padahal beliau masih hidup.
Aku pasti bilang tidak bila calon suamiku mempersulit ayahku sebagai waliku.

Maaf bila mungki ada yang tersinggung dengan tulisanku. Mungkin karena ilmuku yang cethek dalam agama. Tapi inilah pemikiranku sendiri yang tidak melenceng dari agama. Hampir lima kali aku mendengar ada seorang wanita yang menikah walinya bukan ayah. Melainkan guru agama yang di hormatinya. Bahkan salah seorang saudara jauhku justru calon suami yang meminta agar walinya guru spritualnya atau kadang habibnya. Sungguh bila aku yang menjadi perempuan itu aku akan dengan tegas menolak.Bukan karena tidak menghormati sang guru, tapi bagiku ayah adalah guru pertamaku saat mengenal dunia. Ayah pula yang pertama kali mendengarkan lafadz Allah di telingaku.
Pernikahan adalah sebuah keputusan terbesar bagi seorang anak. Dan aku yakin semua anak perempuan pasti ingin agar dilepas oleh sang auah. begitu pula dengan sang ayah yang pastinya akan sangat ingin melepaskan anaknya untuk orang lain. Anak yang selama ini dibelai dan disayang. Tapi kenapa masih saja ada orang yang lebih mementingkan orang lain. Tidak tahukah mereka ada banyak anak perempuan yang menangis karena ingin ayahnya yang menjadi wali tapi mereka yatim. Tak bisakah menghargai sang ayah dan memberi penghormatan yang sebesar - besarnya kepada ayah?

Satu hal lagi adalah penggunaan bahasa arab dalam akad nikah. memang bukan sesuatu hal yang membuat haram. Tapi sungguh sangat memberatkan bila ternyata sang ayah sama sekali buta dengan bahasa arab dan akhirnya menyerahkan kepada penghulu. Hal ini aku lihat dengan mata kepalaku sendiri padahal sang anak adalah anak pertama. calon mempelai pria pun tidak terlalu fasih dan sempat di ulang 2 kali. Lalu kenapa memaksakan diri???????bukankah lebih bijak kalau akad nikah menggunakan bahasa yang bisa di pahami oleh banyak orang.

Sungguh sekali lagi aku rela maharku sederhana asalkan tidak ayahku sebagai waliku dan tidak memberatkannya.
 

Sample text

Sample Text